BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Saat ini
begitu banyak cara-acara keagamaan di televisi yang bertaju kkhotbah, tablig,
dan dakwah. Hal ini bertujuan agar semua orang yang menyaksikan acara itu bisa
memahami dan mendalami agama Islam. Tapi, di sini tidak semua orang tahu
perbedaan antara khotbah, tablig, dan dakwah hal ini dikarenakan dakwah
memiliki kesamaan dengan tabligh dan khotbah, banyak orang-orang awam yang
belum mengetahui perbedaan-perbedaan antara dakwah , tabligh, dan khotbah.
Melalui pembelajaran
ini, maka akan dibahas mengenai khotbah, tablig, dan dakwah, serta melalui
pembelajaran berikut kita dapat membedakan antara khotbah, tablig, dan dakwah,
berikut rukun-rukun, sunah-sunahnya dan hal yang dimakruhkan dalam khotbah,
tablig, dan dakwah. Pembelajaran ini juga dapat memberikan pelajaran mengenai
cara mempraktikkan tata cara dalam khotbah, tablig, dan dakwah, perbedaan
khutbah Jum’at dan khutbah-khutbahlainnya.
2.
Rumusan Masalah
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan khotbah, tablig, dan dakwah !
2. Jelaskan mengenai khutbah, hukum-hukumnya, dan sunah-sunah khutbah !
3. Bagaimana tata cara yang baik dan benar khotbah, tablig, dan dakwah !
4. Bagaimana cara menyusun teks dan memperagakan khotbah, tablig, dan dakwah !
3. Maksud dan Tujuan
Kami menyusun makalah ini merupakan sebuah bentuk pengaplikasian dari bagian proses pembelajaran yang cukup kompleks tentang penyampaian ayat. Untuk memperjelas pengaplikasian tersebut, maka dapat di rumuskan sebuah maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini.
1. Memahami lebih tentang Khutbah, Tablig, dan Dakwah,
2. Belajar sambil Berdiskusi dengan teman sekelas tentang Khutbah, Tablig, dan Dakwah, Dan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan khotbah, tablig, dan dakwah !
2. Jelaskan mengenai khutbah, hukum-hukumnya, dan sunah-sunah khutbah !
3. Bagaimana tata cara yang baik dan benar khotbah, tablig, dan dakwah !
4. Bagaimana cara menyusun teks dan memperagakan khotbah, tablig, dan dakwah !
3. Maksud dan Tujuan
Kami menyusun makalah ini merupakan sebuah bentuk pengaplikasian dari bagian proses pembelajaran yang cukup kompleks tentang penyampaian ayat. Untuk memperjelas pengaplikasian tersebut, maka dapat di rumuskan sebuah maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini.
1. Memahami lebih tentang Khutbah, Tablig, dan Dakwah,
2. Belajar sambil Berdiskusi dengan teman sekelas tentang Khutbah, Tablig, dan Dakwah, Dan
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Khutbah, Tablig, dan Dakwah.
Agama Islam dalam menyampaikan ajaran-ajarannya kepada
seluruh umatmanusia menggunakan beberapa cara. Yang antara lain melalui
khotbah, tablig, dan dakwah. Cara tersebut disesuaikan dengan situasi serta
kondisi. Berikut definisi dari beberapa cara yang digunakan untuk menyampaikan
agama Islam tersebut yaitu :
a. Khotbah
Khotbah adalah berpidato pada rangkaian shalat Jumat yang
berisi menyampaikan pesan tentang bertakwa kepada Allah SWT. Dengan
syarat-syarat tertentu.
b. Tablig
Menuruy bahasa Arab tablig berarti menyampaikan. Menurut
istilah arinya menyampaikan perintah dan larangan Allah SWT. sebagai ajaran
agama agar manusoa beriman kepadanya. Orang yang memiliki keahlian bertablig
disebut muballig. Berikut adalah salah satu hadist yang membahas tentang tablig
:“Sampaikanlah dariku walau satu ayat”(HR Bukhari)
c. Dakwah
c. Dakwah
Dakwah dalam bahasa Arab berarti mngajak atau menyeru.
Menurut istilah dakwah merupakan mengajak manusia untuk mengikuti
kebenaran berdasarkan Al Quran dan hadist sebagai sumber ajaran Islam agar
manusia mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Berikut adalah salah
satu hadist yang membahas dakwa :“Barang siapa yang mengajak orang ke jalan
baik, maka akan mendapatkan pahala sebanyak pahala orang yang mengikutinya.”
(HR Muslim).
2. Pentingnya Khutbah, Tabligh, dan Dakwah
1. Pentingnya Khutbah
Sebagaimana
dijelaskan di atas, bahwa khutbah masuk pada aktivitas ibadah. Maka, khutbah
tidak mungkin bisa ditinggalkan karena akan membatalkan rangkaian aktivitas
ibadah. Contoh, apabila ṡalat Jumat tidak ada khutbahnya, ṡalat Jumat tidak
sah. Apabila wukuf di arafah tidak ada khutbah nya, wukufnya tidak sah.
Sesungguhnya,
khutbah merupakan kesempatan yang sangat besar untuk berdakwah dan membimbing
manusia menuju ke-ridha-an Allah Swt. Hal ini jika khutbah dimanfaatkan
sebaik-baiknya, dengan menyampaikan materi yang dibutuhkan oleh hadirin
menyangkut masalah kehidupannya, dengan ringkas, tidak panjang lebar, dan
dengan cara yang menarik serta tidak membosankan. Khutbah memiliki kedudukan
yang agung dalam syariat Islam sehingga sepantasnya seorang khatib melaksanakan
tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Seorang khathib harus memahami aqidah yang benar sehingga dia tidak sesat dan menyesatkan orang lain. Seorang khatib seharusnya memahami fiqh sehingga mampu membimbing manusia dengan cahaya syariat menuju jalan yang lurus. Seorang khatib harus memperhatikan keadaan masyarakat, kemudian mengingatkan mereka dari penyimpangan-penyimpangan dan mendorong kepada ketaatan. Seorang khathib sepantasnya juga seorang yang ṡālih, mengamalkan ilmunya, tidak melanggar larangan sehingga akan memberikan pengaruh kebaikan kepada para pendengar.
Seorang khathib harus memahami aqidah yang benar sehingga dia tidak sesat dan menyesatkan orang lain. Seorang khatib seharusnya memahami fiqh sehingga mampu membimbing manusia dengan cahaya syariat menuju jalan yang lurus. Seorang khatib harus memperhatikan keadaan masyarakat, kemudian mengingatkan mereka dari penyimpangan-penyimpangan dan mendorong kepada ketaatan. Seorang khathib sepantasnya juga seorang yang ṡālih, mengamalkan ilmunya, tidak melanggar larangan sehingga akan memberikan pengaruh kebaikan kepada para pendengar.
2.
Pentingnya Tabligh
Salah satu
sifat wajib bagi rasul adalah Tabligh, yakni menyampaikan wahyu dari Allah Swt.
kepada umatnya. Semasa Nabi Muhammad saw. masih hidup, seluruh waktunya
dihabiskan untuk menyampaikan wahyu kepada umatnya. Setelah Rasulullah saw.
wafat, kebiasaan ini dilanjutkan oleh para sahabatnya, para tabi’in (pengikutnya
sahabat), dan tabi’it-tabi’in (pengikut pengikutnya sahabat). Setelah mereka
semuanya tiada, siapakah yang akan meneruskan kebiasaan menyampaikan ajaran
Islam kepada orang-orang sesudahnya? Kita sebagai siswa muslim punya tanggung
jawab untuk meneruskan kebiasaan bertabligh tersebut.
Banyak yang menyangka bahwa tugas Tabligh hanyalah tugas alim ulama saja. Hal itu tidak benar. Setiap orang yang mengetahui kemungkaran yang terjadi di hadapannya, ia wajib mencegahnya atau menghentikannya, baik dengan tangannya (kekuasaanya), mulutnya (nasihat), atau dengan hatinya (bahwa ia tidak ikut dalam kemungkaran tersebut). Seseorang tidak mesti menjadi ulama terlebih dulu. Siapa pun yang melihat kemungkaran terjadi di depan matanya, dan ia mampu menghentikannya, ia wajib menghentikannya. Bagi yang mengerti suatu permasalahan agama, ia mesti menyampaikannya kepada yang lain, siapa pun mereka. Sebagaimana hadis Rasulullah saw.:
Banyak yang menyangka bahwa tugas Tabligh hanyalah tugas alim ulama saja. Hal itu tidak benar. Setiap orang yang mengetahui kemungkaran yang terjadi di hadapannya, ia wajib mencegahnya atau menghentikannya, baik dengan tangannya (kekuasaanya), mulutnya (nasihat), atau dengan hatinya (bahwa ia tidak ikut dalam kemungkaran tersebut). Seseorang tidak mesti menjadi ulama terlebih dulu. Siapa pun yang melihat kemungkaran terjadi di depan matanya, dan ia mampu menghentikannya, ia wajib menghentikannya. Bagi yang mengerti suatu permasalahan agama, ia mesti menyampaikannya kepada yang lain, siapa pun mereka. Sebagaimana hadis Rasulullah saw.:
Artinya:
Dari Abi Said al-Khudri ra. berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: barangsiapa
yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Apabila tidak mampu
maka ubahlah dengan lisannya. apabila tidak mampu maka dengan hatinya (tidak
mengikuti kemungkaran tersebut), dan itu selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim)
3. Pentingnya Dakwah
Salah satu
kewajiban umat Islam adalah berdakwah. Sebagian ulama ada yang menyebut
berdakwah itu hukumnya fardhu kifayah (kewajiban kolektif), sebagian lainnya
menyatakan fardhu ain. Meski begitu, Rasulullah saw. tetap selalu mengajarkan
agar seorang muslim selalu menyeru pada jalan kebaikan dengan cara-cara yang
baik.
Setiap dakwah hendaknya bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat dan mendapat ridha dari Allah Swt. Nabi Muhammad saw. mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan.
Rasulullah saw. memulai dakwahnya kepada istri, keluarga, dan teman- teman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Rasulullah saw. adalah Kaisar Heraklius dari Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran), dan Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia). Ada beberapa metode dakwah yang bisa dilakukan seorang muslim menurut syariat.
Setiap dakwah hendaknya bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat dan mendapat ridha dari Allah Swt. Nabi Muhammad saw. mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan.
Rasulullah saw. memulai dakwahnya kepada istri, keluarga, dan teman- teman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Rasulullah saw. adalah Kaisar Heraklius dari Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran), dan Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia). Ada beberapa metode dakwah yang bisa dilakukan seorang muslim menurut syariat.
3. Ketentuan Khutbah, Tablig, dan Dakwah
1. Ketentuan Khotbah Jum’at
a. Khatib jum’at
Khotbah Jum’at adalah pidato atau ceramah yang wajib dilaksanakan oleh seorang khatib, sebelum salat Jum’at dimulai.
Agar tujuan mulia tersebut tercapai maka, hendaklah khatib Jum’at harus memenuhi persyaratan sebagai berikut, ini :
- Mengetahui ajaran Islam, terutama mengenai akidah, ibadah, dan akhlak.
- Mengetahui berbagai hal tentang khotbah Jum’at, terutama tentang syarat, rukun dan sunah-sunahnya.
- Dapat membaca hamdalah, syahadat, salawat, Al-Qua’an dan hadist dengan baik dan benar, juga sanggup bebicara di muka umum dengan jelas dan mudah dipahami.
- Orang yang sudah balig danbertakwa kepada Allah, berakhlak baik, tidak melakukan perbuatan maksiat, dan bukan orang munafik.
- Orang yang dipandang terhormat, dihormati, dan disegani.
b. Syarat Khutbah Jum’at
- Khutbah dimulai pada waktu zuhur (sesudah matahari tergelincir).
- Khutbah dilakukan dengan dua kali dengan berdiri (jika dimungkinkan).
- Khatib hendaknya duduk di antara dua khotbah.
- Khotbah diucapkan dengan suara yang jelas dan keras.
- Dilakiukan secara berturut-turut sesuai dengan rukunnya.
c. Rukun Khotbah
- Mengucapkan hamdalah atau puji-pujian kepada Alllah SWT.
- Membaca syahadatain, yakni syahadat tauhid dan syahadat rasul. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda, “Tiap-tiap khotbah yang tidak ada syahadatnya, adalah seperti tangan yang terpotong.” (H.R. Ahmad dan Abu Daud)
- Membaca salawat atas Nabi Muhammad SAW.
- Berwasiat atau member nasihat tentang takwa dan menyampaikan ajaran tentang akidah, ibadah, akhlak dan muamalah yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadist.
- Membaca ayat Al-Qur’an pada salah satu dari dua khotbah. Rasulullah bersabdah yang artinya:
“Dari Jabir bin Samurah, katanya, “Rasulullah SAW berkhotbah berdiri, duduk antara keduanya, membaca ayat-ayat Al-Qur’an, mengingatkan dan memperingatkan kabar takut pada manusia.” (H.R. Muslim)
- Berdoa pada khotbah kedua agar kaum muslimin memperoleh ampunan dosa dan rahmat Allah SWT.
d. Sunah Khotbah Jum’at
- Khatib hendaknya berdiri diatas mimbar atau di tempat yang lebih tinggi dan letak mimbar berada di sebelah kanan tempat berdirinya Imam salat.
- Khatib hendaknya mengawali khotbahnya dengan member salam. Setelah itu, duduk sebentar sambil mendengarkan mu’azzin berazan.
- Khotbah hendaknya jelas, mudah dipahami, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek.
- Khatib, di dalam khotbahnya hendaknya menghadap kepada para jamaah salat Jum’at dan jangan berputar-putar karena yang demikian itu tidak disyariatkan.
- Menertibkan tiga rukun yaitu puji-pujian, salawat, dan nasihat agar bertakwa.
- Mambaxa surah Al-Ikhlas, sewaktu duduk dua khotbah.
2. Ketentuan Tablig dan Dakwah
a. Tablig dan dakwah hendaknya dimulai dari diri mubalig dan da’i itu sendiri, sebab sebelum seorang mubalig atau da’I mengajak orang lain untuk berimandan bertakwa, maka terlebih dahulu mubalig dan atau da’i menjadi orang yang beriman dan bertakwa. Hal ini diisyaratkan dalam firman Allah SWT, yang artinya: “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan ap-apa yang tidak kamu kerjakan”. (Q.S. As-Saff, 61:3)
b. Dalam bertablig atau berdakwah, mubalig, atau da’i hendaknya menggunakan pola kebijaksanaan, yaitu berbicara atau bertablig kepada manusia menurut kadar kemampuan akal mereka. Tablig atau dakwah kepada kaum intelek yang kadar keilmuannya sudah tinggiharus dibedakan dengan tablig atau dakwah terhadap orang kebanyakan, kadar keilmuannya masih rendah.
c. Dakwah dapat dilakukan dengan “bi al-hal” yaitu melalui perbuatan baik diridai oleh Allah SWT agar diteladani orang lain.
d. Dakwah dapat dilaksanakan melalui ucapan lisan dan tulisan, baik perorangan ataupun kepada masyarakat.
Dalam berdakwa pastinya dilakukan dengan berbagai metode dimana telah dijelaskan Allah SWT dalam Al-Quran dalam surah An-Nahl, 16:125 yaitu :
- Metode al-hikmah yang artinya penyampaian dakwah terlebih dahulu mengetahui tujuan dan sasaran dakwahnya.
- Metode al-mau’izah al-hasanah yakni member kepuasan kepada orang atau masyarakat yang menjadi sasaran dakwah dengan cara seperti ini member nasihat, pengajaran dan teladan yang baik.
- Metode “mujadalah bi al-lati hiya ahsan” ialah bertukar pikiran (berdiskusi) dengan cara-cara yang terbaik. Metode ini digunakan bagi sasaran dakwah tertentu, misalnya bagi orang-orang yang berpikir kritis dan kaum terpelajar.
Akan tetapi pada erang yang serbah canggih ini, sekarang dakwah dapat disampaikan melalui media surat kabar, majalah, radio dan televisi.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Jika kita teliti dengan cermat,
memahami makna hadits tersebut dengan hal semacam itu sangatlah tidak tepat.
Hadits ini menyuruh kepada kita agar ketika menyampaikan hadits Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam kita tahu dan yakin bahwa hadits tersebut
berasal dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Jadi yang benar dari hadits ini
bukanlah memotivasi orang yang tidak berilmu untuk berbicara (masalah agama)
akan tetapi hadits ini memotivasi kepada orang yang telah belajar dan
mengetahui, hendaklah disampaikan walau sedikit. Ketika seseorang telah
mengetahui syariat ini benar dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka
diperkenankan baginya untuk menyampaikannya kepada orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar