BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Campak sering menyerang anak
anak balita. Penyakit ini mudah menular kepada anak anak sekitarnya, oleh
karena itu, anak yang menderita Campak harus diisolasi untuk mencegah
penularan. Campak disebabkan oleh kuman yang disebut Virus Morbili. Anak yang
terserang campak kelihatan sangat menderita, suhu badan panas, bercak bercak
seluruh tubuh terkadang sampai borok bernanah. Biasanya penyakit ini timbul
pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan
secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut
kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila
seseorang wanita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50%
kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester I,
II, atau III maka ia akan mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan
bawaan atau seorang anak dengan BBLR, atau lahir mati atau anak yang kemudian
meninggal sebelum usia 1 tahun.
Morbili / campak adalah penyakit akut
yang disebabkan virus campak yang sangat menular pada umumnya menyerang
anak-anak. Menurut kriteria diagnostiknya, ada 4 stadium campak meliputi stadium
tunas, stadium prodormal / kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi.
Gejala klinis morbili meliputi demam mencapai 400C, pilek, batuk,
konjungtivitis, ruam erupsi makulopapular, dan
koplik’s spot (merupakan tanda pathognomonis penyakit campak, bentuk
bintik tidak teratur dan kecil berwarna merah terang, pada pertengahan di dapat
noda putih keabuan, mula-mula 2-6 bintik). Pada pasien ini masih di observasi
febris hari ke-2 dengan suspek morbili. Untuk terapi medikamentosa diberikan
infus KAEN 3A, antipiretik (parasetamol), ambroxol, vitamin A dan C. Sedangkan
untuk Supportifnya, pasien diminta untuk istirahat, dan pasien dirawat di
bangsal isolasi untuk mencegah penularan ke pasien lain.
B. Tujuan
1. Tujuan
Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan anak
dengan morbili
2. Tujuan
Khusus
a. Dapat
melakukan pengkajian secara langsung pada anak dengan morbili.
b. Dapat
merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada anak dengan morbili.
c. Dapat
membuat perencanaan pada anak dengan morbili.
d. Mampu
melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevaluasi tindakan yang telah
dilakukan pada anak dengan morbili.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Morbili
adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai dengan gejala-gejala
utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau demam, scarlet, pembesaran
serta nyeri limpa nadi.
Morbili
ialah penyakit infeksi virus akut, sangat menular yang ditandai dengan 3
stadium, yaitu stadium inkubasi, stadium prodromal dan stadium erupsi. (Azis, 2006).
- Etiologi
Morbili
virus dan famili paramyxoviridae yang merupakan virus single stranded RN.
Didalam virus terdapat nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian
protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA) selubung luar merupakan suatu
protein yang bersifat hemagglutunin.
Etiologi Morbili
|
- Patofisiologi
Penyebab
campak adalah measles virus (MV), genus virus morbili, familiparamyxoviridae.
Virus ini menjadi tidak aktif bila terkena panas, sinar, pH asam, ether, dan
trypsin dan hanya bertahan kurang dari 2 jam di udara terbuka. Virus campak
ditularkan lewat droplet, menempel dan berkembang biak pada epitel nasofaring.
Virus ini masuk melalui saluran pernafasan terutama bagian atas, juga
kemungkinan melalui kelenjar air mata.
Dua
sampai tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada
kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada
semua sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari
infeksi awal. Adanya giant cells dan proses peradangan merupakan dasar
patologik ruam dan infiltrat peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan
dan perdarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel
dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3 C : coryza, cough and
conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas, batuk,
pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari
penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna
kemerahan. Virus dapat berkembang biak juga pada susunan saraf pusat dan
menimbulkan gejala klinik encefalitis. Setelah masa konvelesen pada turun dan
hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi
desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan karena pada awalnya
terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi limfosit.
- Gejala Klinis
Penyakit
ini merupakan salah satu self limiting disease dengan ditandai oleh 3 stadium,
yaitu:
a. stadium
inkubasi, 10-12 hari, tanda gejala.
b. Stadium
prodormal, dengan gejala – gejala panas sampai dengan,
coryza,batuk,konjungtivitis,fotofobia, anoreksia, malaise, dan koplik spot pada
mukosa bukalis.
c. Stadium
erupsi, dengan adanya rash makulopapulous pada seluruh tubuh dan panas tinggi.
Setelah
masa inkubasi, mulai timbul gejala panas dan malaise. Dalam 24jam coryza ,
konjungtivitis dan batuk. Gejala-gejala ini bertambah hebat secara bertahap dan
mencapai puncaknya saat timbul erupsi pada hari ke empat. Kira-kira sebelum timbulnya rash,
terlihat koplik spot dimukosa bukalist pada sisi yang berlawanan dengan gigi
molar. Panas dan koplik spot menghilang dalam 24 jam setelah timbul rash. Coryza dan konjungtivitis
menghilang pada ke tiga rash lamanya eksantema menghilang jarang melebihi
5-6hari.
1)
Panas
Panas
dapat meningkat pada hari ke-5/ke-6, yaitu pada saat timbulnya puncak timbulnya
erupsi. Kadang- kadang temperatur dapat bisafik dengan peningkatan awal yang
cepat dalam 24-48 jam pertama diikuti dengan periode normal selama 1 hari dan
selanjutnya terjadi peningkatan yang cepat sampai 39-40,6 C saat erupsi rash
mencapai puncaknya.
Pada
morbili yang tidak mengalami komplikasi, temperatur turun secara lisis antara
hari ke2 dan ke3, hingga timbulnya eksantema. Bila tidak disertai komplikasi, 2
hari setelah timbulnya rash panas biasanya turun bila panas menetap kemungkinan
penderita mengalami komplikasi.
2)
Coryza
Batuk
dan bersin diikuti dengan hidung tersumbat dan sekret yang mukopurulen dan
menjadi profus pada saat erupsi mencapai puncaknya. Serta menghilang bersamaan
dengan menghilangnya panas.
3)
Konjungtivitis
Pada
periode awal stadium prodomal dapat ditemukan transverse marginal line
injection pada palpebra inferior. Konjungtivitis akan berkurang setelah demam turun.
4)
Batuk
Batuk
disebabkan oleh reaksi inflamasi mukosa saluran pernafasan. Intensitas batuk
meningkat dan mencapai puncaknya pada saat erupsi. Namun, batuk bertahan lebih
lama dan menghilang secara bertahap dalam waktu 5-10 hari.
5)
Koplik spot
Merupakan
bercak-bercak kecil iregular sebesar ujung jarum atau pasir yang berwarna merah
terang dan bagian tengahnya bewarna putih kelabu. Gambaran
ini merupakan salah satu tanda patonomomik morbili. Koplik spot menghilang
dalam 24 jam- hari kedua timbulnya rash.
6)
Rash
Timbul
setelah 3-4 hari panas, rash mulai timbul dari belakang telinga dari batas
rambut, kemudian penyebar didaerah pipi,leher seluruh wajah dan dada. Biasanya
dalam 24 jam sudah menyebar sampai kelengan atas dan selanjutnya keseluruh
tubuh mencapi kaki pada hari ke tiga pada saat rash sudah sampai kaki, rash
yang timbul duluan berangsur-angsur menghilang.
- Penatalaksanaan
Terdapat
indikasi pemberian obat sedatif, antipiretik untuk mengatasi demam tinggi. Istirahat
ditempat tidur dan pemasukan cairan yang adekuat. Mungkin diperlukan humidikasi
ruangan bagi penderita laringitis atau batuk mengganggu dan lebih baik
mempertahanakan suhu ruangan yang hangat.
Penatalaksanaan Teraupetik :
a.
Pemberian vitamin A.
b.
Istirahat baring selama suhu meningkat,
pemberian antipiretik.
c.
Pemberian antibiotik pada anak-anak yang
beresiko tinggi.
d.
Pemberian obat batuk dan sedativum
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian.
a. Identitas
diri
b. Riwayat
Imunisasi
c. Kontak
dengan orang yang terinfeksi
d. Pemeriksaan
Fisik :
1)
Mata : terdapat konjungtivitis,
fotophobia
2)
Kepala : sakit kepala
3)
Hidung : Banyak terdapat secret,
influenza, rhinitis/koriza, perdarahan hidung (pada stad eripsi ).
4)
Mulut & bibir : Mukosa bibir kering,
stomatitis, batuk, mulut terasa pahit.
5)
Kulit : Permukaan kulit ( kering ),
turgor kulit, rasa gatal, ruam makuler pada leher, muka, lengan dan kaki (pada
stad. Konvalensi), evitema, panas (demam).
6)
Pernafasan : Pola nafas, RR, batuk,
sesak nafas, wheezing, renchi, sputum.
7)
Tumbuh Kembang : BB, TB, BB Lahir,
Tumbuh kembang R/ imunisasi.
8)
Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare.
9)
Status Nutrisi : intake – output
makanan, nafsu makanan
e. Keadaan
Umum : Kesadaran, TTV
2.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien
Morbili adalah
a.
Resiko penyebaran infeksi berhubungan
dengan organisme virulen
b.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas :
ketidakmampuan mengeluarkan sekret berhubungan dengan penumpukan
sekret pada nasofaring
c.
Peningkatan suhu tubuh Hipertermi berhubungan
dengan proses inflamasi infeksi virus
d.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
e.
Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan demam, diare, muntah
f.
Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan infeksi virus morbili
g.
Gangguan pola bermain berhubungan dengan
dampak hospitalisasi
3.
Rencana keperawatan
a.
Resiko penyebaran infeksi
berhubungan dengan organisme virulen
a) Tujuan
: penyebaran infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan
b) Kriteria
Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, panas, bengkak, kehilangan
fungsi), suhu tubuh dalam batas normal (36,5ºC-37,5ºC),
c) Intervensi
:
Kaji
keadaan umum klien, ukur suhu tubuh klien, kaji adanya tanda-tanda infeksi, gunakan
prosedur perlindungan infeksi jika melakukan kontak dengan anak, pertahankan
istirahat selama periode prodromal (kataral), berikan antivirus sesuai program.
b.
Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas: ketidakmampuan mengeluarkan berhubungan dengan penumpukan sekret pada
nasofaring
a) Tujuan
: jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
b) Kriteria
Hasil : Bunyi nafas normal : vesikuler, frekuensi nafas dalam batas normal (
24-26x/ menit)
c) Intervensi
:
Kaji bunyi nafas, frekuensi nafas,
kedalaman nafas, kaji adanya batuk dan karakteristik sputum, anjurkan anak
untuk banyak minum, berikan terapi obat yang dapat meningkatkan efektifnya
jalan nafas (Bronkodilator, antikolienergik, antiperadangan), lakukan
fisioterapi dada
c.
Peningkatan suhu tubuh : Hipertermi
berhubungan dengan proses inflamasi/ infeksi virus
a) Tujuan
: hipertermi teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
b)
Kriteria Hasil : Suhu tubuh dalam batas
normal (36,5ºC-37,5ºC),
c)
Intervensi :
Kaji suhu tubuh klien tiap 2 jam, beri
kompres dengan air biasa pada daerah aksila, lipatan paha, temporal bila
terjadi panas, anjurkan klien untuk banyak minum, libatkan keluarga dalam
perawatan serta ajari cara menurunkan suhu tubuh, anjurkan orang tua untuk
memberikan baju tipis yang menyerap keringat, pantau suhu lingkungan,
batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi, kolaborasi pemberian
terapi antipiretik.
d.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
a) Tujuan
: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi setelah diberikan
tindakan keperawatan
b) Kriteria
Hasil : konjungtiva merah muda, BB dalam batas normal ( 20 kg), makanan habis
dalam 1 porsi
c) Intervensi
:
Kaji pola nutrisi klien, kaji makanan yang
tidak disukai dan disukai klien, kaji adanya mual dan muntah, timbang berat
badan setiap hari, berikan susu porsi sedikit tetapi sering dan berikan dalam
porsi hangat, berikan makanan lunak, misalnya bubur yang memakai kuah, anjurkan
orang tua untuk memberikan makanan dengan porsi kecil tetapi sering, pertahankan
kebersihan mulut anak.
e.
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan demam, diare, muntah
a) Tujuan
: Volume cairan terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan
b)
Kriteria Hasil : turgor kulit elastis,
membran mukosa lembab, produksi urin dalam batas normal (1cc/kg BB/ jam)
c)
Intervensi :
Kaji turgor kulit, membran mukosa klien, kaji
berat badan klien, kaji intake dan output/ 24 jam, anjurkan klien untuk banyak
minum, observasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Ht, K, Na, Cl), kolaborasi
pemberian cairan infus.
f.
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan infeksi virus morbili
a) Tujuan
: integritas kulit mengalami perbaikan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
b) Kriteria
Hasil : tidak ada ruam/kemerahan,
c) Intervensi
:
Pantau kulit terhadap adanya ruam, area
kemerahan, dorong klien untuk menghindari menggaruk kulit, pertahankan kuku
anak tetap pendek, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien dan
lingkungan, ajarkan anggota keluarga tentang tanda kerusakan kulit, mandikan
klien dengan menggunakan sabun yang lembut dan air hangat.
g.
Gangguan pola bermain berhubungan
dengan dampak hospitalisasi
a) Tujuan
: gangguan bermain dapat teratasi setelah diberikan tindakan keperawatan.
b) Kriteria
Hasil : anak tidak menangis bila didekati perawat, anak tidak menangis bila
akan dilakukan tindakan keperawatan.
c) Intervensi
:
Bina hubungan saling percaya, lakukan
kontak sesering mungkin dengan klien, ciptakan lingkungan yang membuat nyaman,
anjurkan orang tua untuk membawakan mainan kesukaan anaknya, lakukan tindakan
kenyamanan : menyentuh,membelai, menggendong, dan ajak bicara sesering mungkin,
libatkan keluarga dalam melaksanakan tindakan keperawatan, lakukan tindakan
bermain bersama klien
4.
Implementasi
Implementasi
keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif.
Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan
klien.
5.
Evaluasi
a. Perluasan
infeksi tidak terjadi.
b. Anak
menunjukkan pola nafas efektif.
c. Anak
dapat mempertahankan integrasi kulit.
d. Anak
menunjukan terpenuhi tanda tanda kebutuhan nutrisi.
e. Anak
dapat melakukan aktifitas sesuai dengan usia
6. Penkes
a.
Imunisasi aktif
Hal
ini dapat dicapai dengan menggunakan vaksin campak hidup yang telah dilemahkan.
Vaksin hidup yang pertama kali digunakan adalah Strain Edmonston B. Pelemahan
berikutnya dari Strain Edmonston B. Tersebut membawa perkembangan dan pemakaian
Strain Schwartz dan Moraten secara luas. Vaksin tersebut diberikan secara
subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Pada penyelidikan serulogis
ternyata bahwa imunitas tersebut mulai mengurang 8-10 tahun setelah vaksinasi.
Dianjurkan agar vaksinasi campak rutin tidak dapat dilakukan sebelum bayi
berusia 15 bulan karena sebelum umur 15 bulan diperkirakan anak tidak dapat
membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu.Pada suatu
komunitas dimana campak terdapat secara endemis, imunisasi dapat diberikan
ketika bayi berusia 12 bulan.
b. Imunisasi
pasif (immunoglobulin)
Imunisasi
pasif dengan serum orang dewasa yang dikumpulkan, serum stadium penyembuhan
yang dikumpulkan, globulin placenta (gama globulin plasma) yang dikumpulkan
dapat memberikan hasil yang efektif untuk pencegahan atau melemahkan campak.
Campak dapat dicegah dengan serum imunoglobulin dengan dosis 0,25 ml/kg BB
secara IM dan diberikan selama 5 hari setelah pemaparan atau sesegera mungkin.
Indikasi :
1) Anak
usia > 12 bulan dengan immunocompromised belum mendapat imunisasi, kontak
dengan pasien campak, dan vaksin MMR merupakan kontraindikasi.
2) Bayi
berusia < 12 bulan yang terpapar langsung dengan pasien campak mempunyai
resiko yang tinggi untuk berkembangnya komplikasi penyakit ini, maka harus
diberikan imunoglobulin sesegera mungkin dalam waktu 7 hari paparan. Setelah
itu vaksin MMR diberikan sesegera mungkin sampai usia 12 bulan, dengan interval
3 bulan setelah pemberian imunoglobulin.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Morbili adalah penyakit anak menular
yang lazim biasanya ditandai dengan gejala-gejala utama ringan, ruam serupa
dengan campak ringan atau demam, scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi.
Penyebab campak adalah measles virus (MV), genus
virus morbili, famili paramyxoviridae. Virus ini menjadi tidak aktif bila
terkena panas, sinar, pH asam, ether, dan trypsin dan hanya bertahan kurang
dari 2 jam di udara terbuka. Virus campak ditularkan lewat droplet, menempel
dan berkembang biak pada epitel nasofaring. Virus ini masuk melalui saluran
pernafasan terutama bagian atas, juga kemungkinan melalui kelenjar air mata.
Penatalaksanaan pada morbili meliputi
Pemberian vitamin A,Istirahat baring selama suhu meningkat, pemberian
antipiretik,Pemberian antibiotik pada anak-anak yang beresiko tinggi,Pemberian
obat batuk dan sedativum.
Komplikasi morbili meliputi otitis media akut,
Pneumonia / bronkopneumoni, Encefalitis, Bronkiolitis, Laringitis obstruksi dan
laringotrakkhetis
B. SARAN
Adapun saran yang dapat penulis berikan
adalah selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar kita, jika diri
kita dan lingkungan kita bersih maka secara otomatis mikroorganisme penyebab
penyakit akan sukar menyerang. Terlebih sebagai seorang perawat, harus
mengetahui dengan baik perawatan diri ( personal hygiene ) dan lingkungan,
harus mengetahui dengan jelas seperti apakah penyakit morbili tersebut dan
bagaimana penanganannya dalam dunia keperawatan serta pencegahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, R. (1998). Ilmu Kesehatan Anak 1. Jakarta :
Percetakan Informedika.
Hasan, R. (1997). Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta :
Percetakan Informedika.
Hidayat, alimul azis. (2006). Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta: Salemba
Medika
Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit. (ed
2). Jakarta : EGC.
Saripudin. Yuliani, R. (2010). Asuhan keperawatan pada anak (Ed. 2nd). Jakarta :
CV. Sagung Seto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar